“Tiada seorang muslim pun yang tidak mengalami penderitaan, keseksaan, kebimbangan, dukacita, kemelaratan dan kesedihan sehingga cucukan duri yang mengenainya melainkan dihapuskan oleh Allah sebahagian daripada kesalahannya.”
H.R Abu Hurairah r.a
Day 6
Owh So Muslim (OSM)
Purchase OSM Ramadhan Booklet here! http://www.owhsomuslim.com/osmshop
Ini jawabannya :)
Bertemanlah dengan Kegagalan. Karena di setiap sebuah karya besar, ada ribuan kegagalan di baliknya. Kita hanya tidak memperlihatkannya. Jika kita tak pernah gagal, tak pernah salah, darimana kita belajar? Berhenti menyalahkan diri sendiri.
Komik nasehat ini dibuat dengan seniman sebagai contoh. Namun, pesannya berlaku untuk setiap aspek:
Sukses adalah tanda kamu siap mempelajari sesuatu yang baru. Gagal adalah tanda bahwa kamu sedang mempelajari sesuatu yang baru. Bertemanlah dengan kegagalan dan bebaskan dirimu dari kritikmu sendiri.
Mencoba diam dan mengikuti nurani. Perlahan. Seterusnya.
NN
Karena aku tak sepenuhnya mengerti siapa aku. Maka aku butuh yang bukan aku untuk menyadarkan aku.
NN
Ini maha kehidupan!
Mamberamo River in Papua is the largest river in Indonesia, which is rich in biodiversity.
———
Sungai Mamberamo di Papua adalaha sungai terbesar di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Ini lagu entah apa artinya. Bagus saja. Menyayat.
Hari ini banyak kejadian yang bisa diabadikan dalam sebuah pembelajaran yang hakiki (me: hqq). Mulai dengan yah media sosial yang kembali ramai dengan panas sisa pilkada dengan adanya berita yang membuatku secara pribadi menundukkan kepala dan berdoa kepada setiap insan yang mulia hatinya untuk selalu dilapangkan dadanya. Aku bukan orang yang berhak untuk bicara banyak (selain karena tak mau) karena keterbatasan ilmu. Tapi, keberpihakan itu tidak bisa kupungkiri dalam hatiku yang paling dalam. Untuk Bapak yang sedang dalam cobaan, ada banyak doa yang membumbung ke udara agar Bapak selalu tabah. Aku benci dengan kebencian. Dan ada satu titik kemunduran yang kembali dilakukan oleh negeri ini. Di antara bergaungnya Marsinah dalam #MelawanLupa ini akan menjadi satu seremonial mengheningkan cipta yang paling khusyu.
Lalu, karena ketidakmumpunian pengetahuan mari kita tinggalkan sejenak apa yang menjadi paragraf di atas. Beranjak ke pelajaran yang kedua. Jadi kemarin sore ada seorang sahabat yang menghubungiku melalui WhatsApp bahwa aku dipanggil untuk wawancara di salah satu institusi yang kebetulan sedang membutuhkan tenaga seperti yang dikatakannya tempo lalu. Sampailah pada pembahasan paling sensitif tapi krusial, gaji. Sempat merasa kaget dengan gaji yang bisa dibilang begitu kecil untuk pekerjaan penuh waktu. Sangat kecil bahkan. Bimbang dan bimbang menutup hari sore kemarin.
Paginya, masih ada keengganan untuk memenuhi panggilan itu tapi sekaligus tidak tahu kalau menolak harus bilang apa. Dan kondisi diperparah dengan kesengajaan diri yang kampret ini melihat berbagai profil teman atau idola di LinkedIn. Makin kurang ajar sama diri sendiri lagi sengaja download aplikasi Qerja. Dan rendah diri kembali muncul.
Di antara berbagai posisi prestisius teman seangkatan dengan gaji yang bisa dikatakan tinggi, maka gaji di tempat aku akan bekerja ini mungkin hanya 1/6-nya atau lebih tinggi sedikit. Yang paling membuat helaan napas panjang adalah di usia yang lebih muda, ada seorang teman yang baru saja diterima sebagai seorang Product Manager di perusahaan Platform Travel yang menawarkan gaji yang bahkan General Manager di perusahaan menengah saja belum sebanyak itu. Dan, itu di usia 21 tahun. Ikut bangga untuknya.
Lalu, ada satu hal yang membuatku akhirnya yakin. Setelah riset sebentar dan baca-baca tentang apa yang akan aku tangani nanti lalu aku mengharuskan diri untuk merasa mantap. Karena aku merasa ini akan menjadi passionku. Menjadi environment care-taker. Akhirnya datanglah waktu wawancara. Yang ditanyakan standar tentang kompetensi diri.
Belum ada keputusan final aku akan diterima atau tidak, tapi satu hal yang aku garisbawahi di sini adalah proses pencapaian sepakat setelah berdialog relasi dengan diri sendiri adalah dengan menurunkan ego dan tidak merasa tinggi hati. Karena pada kenyataannya aku memang belum siapa-siapa. Tapi, dengan berani mempertimbangkan apa value yang bisa aku dapat dari pekerjaan itu nanti adalah proses berpikir yang perlu diapresiasi. Dan ketakutan lain tentang 'bebas finansial' yang selalu membayangi tetap akan dicarikan jalan keluarnya tanpa menciderai diri sendiri. Semoga.
Bahwa sekali lagi, hidup tidak selalu seperti apa yang kita idam-idamkan. Kesempatan yang datang boleh jadi adalah skenario Tuhan untuk menjadikan kita ‘seseorang’ ke depannya nanti sesuai value masing-masing yang ingin dicapai. Mungkin satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa selama ada lingkungan yang berpotensi membawa pada kebaikan maka tidak seharusnya itu ditolak. Dan mungkin berjuang memang tidak pernah sesederhana itu.
(Tulisan ini masih akan berlanjut dengan pembelajaran lain yang terjadi di hari Selasa, 9 Mei 2017 setelah Bogor hujan deras)
Sungguh, aku merindukan masa kecil. Masa tanpa memikirkan esok. Masa yang tak mengharuskan menjadi siapa-siapa. Masa yang tak memaksakan menjadi korban persepsi. Masa kecil itu masa yang bijaksana.
Tidak ada pagi yang dilewati tanpa resah. Apalagi hari-hari yang setiap harinya membuat kontak langsung dengan media sosial. Pasti ada resah setelahnya. Resah ini dalam artian baik sepertinya. Mungkin sebagai awalan aku akan menceritakan bahwa aku adalah pengguna aktif media sosial. Semua media yang trending, aku hampir menggunakannya walaupun kebanyakan hanya sebagai penikmat dan bukan sebagai konten kreator.
Dan resah itu, pagi ini dan pagi-pagi sebelumnya berwujud Ranitya Nurlita, Gita Savitri Devi dan Alamanda Shantika. Ketiga orang yang sangat terasa karismanya karena menjadi orang-orang yang peduli dengan isu sosial di sekitarnya. Dimulai dari Kak Lita, sapaan Kak Ranitya, aku mengenalnya pertama kali saat melakukan sebuah pekerjaan dan beliau menjadi mentor. Saat dijelaskan begitu banyaknya prestasi beliau terutama di bidang lingkungan yang ada di benakku adalah suatu hari nanti aku juga ingin seperti dirinya. Menjadi orang yang sebegitu pedulinya dengan bumi yang dipijaknya. Beliau adalah inisiator #ASEANReusableBagCampaign. Tidak sulit untuk menjadikan Kak Lita sebagai role model karena sifatnya yang humble dan suka berbagi ilmu serta pengalaman. Dan untuk hidupnya yang selalu dinamis dan terlihat selalu ada saja yang dikerjakan aku iri dengan itu. Rasa iri yang ingin aku pertahankan. Terlebih tentang hatinya yang penuh kepedulian itu, aku sangat iri. Senang rasanya pernah memiliki kesempatan berinteraksi dengan beliau. Maaf ya Kak Lita, aku mau izin memilihara rasa iri ini biar setiap harinya tetap termotivasi agar suatu saat nanti bisa seperti kakak.
Tentang Gita Savitri. Pasti nama yang sudah tidak asing. Dari semua konten Gita sudah pasti yang banyak digemari adalah Youtube dan instagramnya. Untukku, Youtube dan Blognya. Aku suka bagaimana Gita selalu tanpa tendeng aling-aling menyampaikan opini dengan cara yang objektif. Dan yang membuatku kagum adalah tentang bagaimana dia selalu mengajak orang untuk bermanfaat untuk orang di sekitarnya. Peka terhadap isu sosial dan selalu toleransi. Sebenarnya dari yang kulihat sudah banyak anak muda yang memiliki pemikiran sekritis Gita, tapi bedanya masih sangat jarang yang speak up. Banyak anak muda itu hanya eksis di golongannya saja padahal potensinya begitu besar untuk membawa perubahan. Tidak sedikit juga anak Indonesia yang kuliah di luar negeri dan punya keresahan yang sama dengan Gita, tapi mereka tidak memvisualkan apa yang ada di kepala mereka seperti yang Gita lakukan.
Baru beberapa hari yang lalu aku tahu tentang Alamanda Shantika, tapi lupa dari mana awalnya. Alamanda bagiku juga adalah seseorang yang hebat dengan idealisme yang kuat. Bukan hanya karena dia mampu membawa sebuah start-up terbesar di Indonesia menjadi sangat maju tetapi adalah bagaimana dia memanfaatkan momen dengan kejayaan itu untuk membuat dampak yang lebih besar. Kibar. Adalah organisasi nirlaba yang fokus untuk membatu pengembangan startup digital di Indonesia dan saat ini sedang fokus dalam Gerakan 1000 Start-up Digital. Masih teringat jelas dalam speech-nya di Kibar bahwa saat ini driver Go-Jek dimana Alamanda sebelumnya menjadi VP-nya sebanyak 250ribu orang. Dan sebanyak orang itu adalah tulang punggung keluarga. Secara tidak langsung bahwa dengan adanya Go-Jek, Alamamda bisa memberi makan begitu banyak orang di Indonesia. Begitulah yang dia tanamkan dalam dirinya bahwa kalau ada 1000 start-up, bukan tidak mungkin 255 juta penduduk Indonesia akan terpenuhi kebutuhannya. Itulah yang akhirnya membawa Alamanda untuk meninggalkan Go-Jek dan beralik ke Kibar. Tentang menjadi peduli untuk orang lain.
Resah ini semakin membanjiri diri. Berpikir dengan cara apa bisa berguna bagi orang lain. Berpikir bagaimana caranya bisa menjadi salah satu sosok perempuan terutama pemuda Indonesia agar memberikan dampak positif bagi sekitar. Kebanjiran yang menyenangkan. Kebanjiran resah.
Engkau telah rajin bekerja, jujur, dan menghasilkan bagi kebaikan sesama. Berlakulah lebih lembut dan muliakanlah keluargamu. Engkau akan sampai pada kesejahteraan dan kebahagiaan.
Mario Teguh (via marioteguh) - Aamiin :)
Human behavior flows from three main source : desire, emotion, and knowledge. The only true wisdom is in knowing you know nothing-
233 posts